Gurunya Manusia


Selama ini mata pelajaran eksak seperti matematika, fisika, kimia (MaFiA) selalu jadi momok bagi siswa. Hampir semua siswa di jaman sekarang atau di jaman ketika saya masih sekolah dulu juga merasakan hal itu. Guru-guru dengan mata pelajaran yang lebih rileks seperti olah raga, seni budaya, sejarah, bahasa indonesia biasaya disukai siswa karena mata pelajaran dan guru yang mengajar kerap memberikan nuansa nyaman di kelas. Hal ini diungkap oleh Psikolog LPT UI, Wita Mulyani dalam Kompas (26 Maret 2013) yang mengatakan bahwa pelajaran yang sulit seperti matematika tidak akan menjadi musuh siswa jika guru dapat membangun suasana belajar yang nyaman. Kemudian, guru juga harus menjadi sosok yang menyenangkan dan bisa memahami siswa. “Guru harus pelan mengubah kebiasaan. Yang biasanya disebut jadi guru killer, hindari seperti itu. Jadi suasana belajar tidak lagi tegang,” kata Wita saat diskusi tentang Pendidikan STEM di FX Lifestyle Center, Jakarta, Kamis (21/3/2013). Pertanyaannya mengapa sedikit sekali guru eksak yang mampu memberikan nuansa nyaman di kelas? Saya sempat menemukan guru fisika yang dalam menyampaikan materi tidak monoton dan terbukti guru tersebut menjadi idola dan favorit siswa.

guru

Sekarang saya menjadi pendidik eksak. Ini menjadi tantangan saya mengapa sebagian siswa tidak suka mata pelajaran eksak. Saya sadar bahwa mengubah mindset anak untuk mencintai mata pelajaran eksak bukan hal yang mudah. Memutus mata rantai siswa untuk tidak benci kepada mata pelajaran eksak membutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Oleh karena itu guru dituntut untuk meningkatkan peran dan kompetensinya, guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Adam dan Decey (dalam Usman, 2003) mengemukakan peranan guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut: (a) guru sebagai demonstrator, (b) guru sebagai pengelola kelas, (c) guru sebagai mediator dan fasilitator dan (d) guru sebagai evaluator.

Menurut Amatembun (dalam Supriyanto, 1991:22) “Pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan dan mempertahankan serta mengembang tumbuhkan motivasi belajar untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan”. Sedangkan menurut Usman (2003:97) “Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif”. Pengelolaan dipandang sebagai salah satu aspek penyelenggaraan sistem pembelajaran yang mendasar, di antara sekian macam tugas guru di dalam kelas.

Banyak hal yang harus dikuasai dan dimiliki seorang guru. Terdapat 4 kompetensi guru yang seyogyanya ada pada diri seorang guru yaitu: kompetensi sosial, kepribadian, pedagogik, dan profesional. Seorang gur haruslah memiliki jiwa sosial baik itu hubungannya dengan siswa, kepala sekolah, teman guru, dan masyarakat di sekitar sekolah. Kepribadian seorang guru juga senantiasa mencerminkan perilaku yang baik. Guru adalah sosok yang digugu dan ditiru oleh siswanya. Hal ini sangat wajar karena guru lah yang hampir setiap hari bertemu dengan siswa dan dekat dengan mereka. Kompetensi pedagogik mutlak dimiliki guru. Guru yang baik adalah yang menguasai materi dengan baik dan mempunyai model/strategi pembelajaran yang menyenangkan. Sedangkan kompetensi profesional dimiliki guru karena guru adalah sebuah profesi. Sama dengan pekerjaan yang lain seperti dokter, teknisi yang dituntut bekerja secara profesional. Selain itu guru juga dituntut untuk melakukan pengembangan pembelajaran melalui penetlian di samping tugas poko guru yaitu mengajar. dengan adanya kompetensi profesional ini guru selayaknya selalu meng-upgrade ilmunya. Guru berhak mendapatkan tunjangan profesi apabila dia sudah melakukan sertifikasi.

Suatu revolusi atau perubahan mendasar sedang terjadi guna mencipatakn suasan yang menyenangkan di sekolah. Revolusi ini dapat menjadikan mata pelajaran eksak kembali disukai siswa. Apakah revolusi yang terjadi? Revolusi ini muncul dengan berbagai nama dan nama yang sering muncul adalah teori-teori pembelajaran konstruktivis. Hakikat dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri (Brooks, 1990; Leinhardt, 1992; Brown et al, 1989). Pandangan ini mempunyai keterlibatan yang mendalam dalam pengajaran dikarenakan teori ini menganjurkan peranan yang lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran mereka sendiri. Karena penekanannya pada siswa sebagai siswa aktif, strategi konstruktivis sering disebut pengajaran yang terpusat pada siswa.

Tidak ada lagi pembelajaran MaFiA yang meyeramkan dan menakutkan di sekolah. Siswa juga manusia yang mempunyi hati dan pikiran. Apabila dalam pembelajaran, mereka tidak nyaman dan merasa tertekan, tidak jarang mereka berpikir dan merasa direndahkan di sekolah. Apalagi guru kerap mengeluarkan kata-kata kejih (bodoh, goblok, telmi, lemot) yang bisa merusak motivasi siswa untuk mencintai dan menyukai MaFiA. Selalu menggunakan strategi dan model pembelajaran yang berpusat pada siswa agar dalam pembelajaran MaFiA di kelas siswa ikut andil dan berperan aktif dalam menemukan konsep sendiri. Yang terpenting “bagaimana siswa belajar”. Siswa bisa diibaratkan tanaman kecil di dalam pot yang terus dipupuk dan diberi air agar tumbuh menjadi tanaman besar yang kokoh. dan beri juga tanaman itu cahaya “karakter” agar ketika dia menjadi besar tidak sombong seperti padi semakin berisi semakin merunduk. Jangan pernah menganggap siswa sebagai gelas kosong yang tidak tahu apa-apa. Every child is special…. Mereka juga manusia, punya hati dan pikiran untuk menentukan yang terbaik untuk dirinya. Bimbinglah dia sebagai guru agar mereka mampu mencapai mimpinya. Berikan motivasi apabila dia letih mengejar mimpinya.

Salam Satu Hati

Agus Rohman

2 thoughts on “Gurunya Manusia

  1. Bukan hanya MaFiA ajah pak, semua pelajaran akan lebih tidak menyenangkan kalo si guru ngajarinnya gak menyenangkan. Kalo guru MaFiA ngajarinnya menyenangkan, otomatis murid juga seneng pak. Tapi murid juga harus memahami bukan? Pokoknya murid itu tergantung gurunya wes pak :))

    • Yup, benar tuh. Guru harus bisa menciptakan metode belajar. Bermain itu menyenangkan, sama dengan belajar juga menyenangkan. Guru harus bisa menciptakan suasana itu.

Tinggalkan komentar